HUKUM MENJADIKAN KUBURAN
SEBAGAI MASJID
Syirik merupakan dosa yang paling besar yang tidak
mendapatkan magfiroh dari Allah bagi pelakunya yang meninggal dan belum
bertaubat. Dosa yang menyebabkan seluruh amal terhapus dan menyebabkan seorang
muslim keluar dari keimanannya. Karena begitu bahayanya akibat dari syirik,
maka Rasulallah r menutup pintu-pintu
atau wasilah-wasilah yang dapat menyebabkan seorang terjerumus dalam perbuatan
syirik dan memberi peringatan yang keras daripadanya.
Menjadikan kubur sebagai masjid dan sholat menghadapnya
adalah di antara pintu menuju kesyirikan, maka Rasulallah r
melarang keras hal tersebut, karena menjadikan kuburan sebagai masjid merupakan
bentuk pengagungan terhadap quburan, sebab terbesar yang menjerumuskan seorang
kepada peribadahan terhadap berhala.
A. Larangan Menjadikan Kuburan sebagai Masjid
Berikut hadits-hadit yang
menunjukkan larangan terhadap kuburan yang dijadikan sebagai masjid:
1. Hadits
Jundub bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi r
bersabda lima
hari sebelum beliau wafat :
إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ
لِي مِنْكُمْ
خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ
إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا
لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا
يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا
تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Artinya: "
Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan sebagai masjid,
Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, maka sesungguhnya
saya melarang kalian dari hal itu ”. [1]
2.
Hadits 'Aisyah
Radhiyallahu 'Anha bahwa sebelum Nabi r wafat bersabda
لَعَنَة اللَّهُ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا
Artinya : “ Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashroni karena
mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”[2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata bahwa : maksud dari menjadikan masjid adalah menjadikan tempat itu
untuk sholat lima
waktu dan lain sebagainya, Sebagaimana masjid dibangun juga dengan tujuan
serupa, dan tempat yang dijadikan masjid itu hanyasannya dimaksudkan untuk
beribadah kepada Allah dan berdo’a kepada-Nya, bukan kepada makhluq.
Rasulullah r telah mengharamkan kuburan dijadikan sebagai
masjid dengan maksud hendak didirikannya sholat di dalamnya, walaupun pelakunya
bermaksud hanya beribadah kepada Allah saja, karena hal itu bahaya dan dapat
menjerumuskan pelakunya syirik kepada Allah. Sebagainmana larangan sholat dalam
tiga waktu, demi menghindari dari bahaya syirik (sujud kepada matahari). Dan
suatu amalan jika menjerumuskan kepada suatu mafsadah (kerusakan) dan
tidak ada maslahat yang jelas didalamnya maka amalan tersebut terlarang.[3]
3. Hadits 'Aisyah
Radhiyallahu 'Anha bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah Radhiyallahu
'Anhuma menceritakan kepada Rasulullah r tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah,
ternyata di dalamnya ada gambar-gambar (patung). Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi
wa salam bersabda,
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ
الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ
تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
Artinya: " Mereka itu,
jika ada seorang yang sholih atau hamba yang sholih di antara mereka yang mati,
mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka membuat patung
orang tersebut. Mereka itulah sejelek-jelek makhluq di sisi Allah”[4]
Al Hafidz Ibnu Rojab berkata bahwa : Hadist ini menunjukkan atas
haramnya membangun masjid di atas kuburan orang-orang yang sholih, dan
menggambar mereka (membuat patung mereka) di dalamnya, sebagaimana yang
dilakukan orang-orang Nashroni. Dalam hal ini tidak ada keraguan lagi atas
haramnya kedua hal ini. Maka menggambar (membuat patung) manusia adalah haram,
begitu juga membangun masjid di atas kuburan juga haram, sebagaimana ada juga
nash-nash lain menunjukkan akan hal ini.[5]
·
Perkataan Ulama tentang hukum menjadikan kuburan
sebagai masjid
1.
Asy Syafi’iyah berpendapat bahwa perbuatan ini termasuk
dosa besar. Al Fakih Ibnu Hajar Al Haitami berkata bahwa: Adapun dosa besar
yang ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh dan kesembilan puluh delapan
adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, mengadakan penerangan (lampu-lampu)
di atasnya, menjadikannya sebagai masjid, thowaf kepadanya, menyerahkan urusan
kepada kuburan (orang yang telah mati), dan sholat menhadapnya”.[6]
2.
Al Hanafiyah berpendapat bahwa ini termasuk Al
Karohah At Tahrimiyah. Imam Muhammad murid Abu Hanifah berkata “ Dan kami membenci jika kuburan disemen atau
dilepa atau dijadikan sebagai masjid.”
3.
Al Malikiyah dan Al Hanabilah berpendapat bahwa
hukumnya haram, bahkan sebagian dari mereka berpendapat batalnya sholat di
dalam masjid yang dibangun di atas kuburan, dan wajib merobohkan masjid yang
dibangun di atas kuburan.[7]
B. Hukum Sholat Di Dalamnya
a. Maksud
menjadikan kuburan sebagai masjid
Syaihul Islam Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
berkata bahwa maksud dari menjadikan kuburan menjadi masjid yaitu
-
menjadikannya tempat ibadah, walaupun tidak dibangun di
atasnya masjid, -bangunan bukan syarat berdirinya masjid- karena setiap tempat
yang dijadikan tempat ibadah adalah masjid, bahkan setiap tempat yang digunakan
untuk sholat dinamakan masjid.
Sebagaimana hadits Jabir bin Abdillah bahwa Nabi r
bersabda:
وَجُعِلَتْ
لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
" dan
dijadikan bagiku tanah sebagai masjid dan suci ….” [8]
Ibnu Hajar Al
Haitami berkata : “ Menjadikan kuburan sebagai masjid artinya sholat di atas kuburan
atau sholat menghadap kuburan.”[9]
-
Sholat menghadap kuburan, maksudnya bersujud mengahadap
kuburan.[10]
Sebagaimana hadits Abi Martsad bahwa Rasulallah r
bersabda:
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
" Janganlah kalian duduk di atas
kuburan dan janagn sholat menghadap kuburan.”[11]
Imam Ali Al
Qori berkata : “ (Larangan ini berlaku) karena di dalamnya mengandung
pengagungan yang berlebihan, seolah-olah mencapai derajat Ma’bud (yang
diibadahi), jika pengagungan ini memang hakekatnya untuk kuburan atau
penghuninya maka itu adalah perbuatan kufur akbar, maka bertasyabuh
dengan perbuatan yang demikian adalah makruh, dan seyogyanya makruhnya adalah karahatu tahrim (haram).[12] Oleh sebab itu tidak boleh sholat dikuburan.[13]
Ibnu Taimiyah
berkata : “ Jika sholat seseorang dikuburan para Nabi dan orang-orang sholih
tanpa ada maksud berdo’a kepadanya ( si mayit ), seperti menjadikan kuburan
mereka sebagai masjid hal itu adalah
(haram dan dilarang) dan pelakunya diancam mendapat laknat dan murka dari
Allah. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam :
اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Murka Allah sangat keras atas suatu
kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid ” [14]
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ
وَالسُّرُجَ
" Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam melaknat para
wanita yang menziarohi kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai
masjid dan ( melakukan ) penerangan ( di atasnya) ”[15]
Hadist ini menunjukkan atas
pengharaman ziarah seorang wanita ke kuburan, bahkan itu termasuk dosa besar,
karena laknat itu tidak ada kecuali atas dosa besar dan menunjukan atas
haramnya menjadikan kuburan sebagai masjid dan penerang di atas kuburan. Itu
adalah salah satu dosa besar karena pelakunya diancam laknat.[16]
Al Alamah
Ibnul Malik termasuk ulama’ Al Hanafiyah berkata : “Tidaklah diharamkannya
membangun masjid di atas kuburan melainkan karena sholat di dalamnya itu
merupakan bentuk dari mengikuti sunnah orang-orang Yahudi”.[17]
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ
أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ
فِيهَا تَصَاوِيرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ
بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ
شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya :Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Ummu Habibah dan Ummu
Salamah Radhiyallahu 'Anhu menceritakan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa
salam tentang gereja yang ia lihat di Abesina dan gambaran-gambaran yang ada di
dalamnya. Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda :” Mereka itu
jika ada seorang yang sholih atau hamba yang sholih mati, mereka membangun di
atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka menggambarnya di gambaran-gambaran
itu, mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah .[18]
b. Pendapat
ulama tentang sholat dikuburan
1.
Abu Hanifah berpendapat makruh.[19]
2.
Al Malikiyah berkata : Boleh sholat di kuburan jika
aman dari hal-hal yang najis.[20]
3.
Asy Syafi’iyah berkata : Makruh sholat di kuburan yang
tidak terbuka, baik kuburan itu dibelakangnya, depannya, kanannya, kirinya,
bawahnya kecuali kuburan syuhada’ dan para nabi, maka tidak makruh selama tidak
dimaksudkan untuk pengagungan. Jika tidak demikian maka haram. Adapun sholat
dikuburan yang terbuka tanpa penghalang maka itu bathil karena adanya hal yang
najis.[21]
4.
Imam Ahmad dan selainnya berpendapat bathalnya sholat.
Adapun Jumhur berpendapat Makruh dan tidak batal[22]
5.
Muhammad bin Sholih bin ‘Utsaimin berkata : “ Jika
kuburan itu sudah ada sejak sebelum dibangun masjid, maka sholatnya tidak sah
dan boleh merobohkan masjid itu. Adapun jika masjid itu sudah ada sebelum
kuburan, maka wajib membongkar kuburan itu dan memindahkannya ke kuburan umum.
Dan sholat di dalamnya sah kecuali jika kuburan itu di depan para orang-orang
yang sholat, karena sholat menghadap kuburan itu tidak sah.”[23]
C. Yang Termasuk Kategori Kuburan
Ibnu Taimiyah berkata bahwa : “Tidak sah sholat di atas kuburan dan
juga sholat menghadap kuburan, larangannya karena سد لذريعة (menjaga dari bahaya) perbuatan
syirik…… Kuburan (maqbarah) adalah setiap sesuatu yang dikubur di
dalamnya, jadi bukan merupakan bentuk plural (jama’) dari kata al qabru.
Sahabat-sahabat kami berkata bahwa : Termasuk dalam kategori kuburan adalah
apa-apa yang ada di sekitar kuburan tidak boleh sholat di dalamnya. Hal ini
menunjukkan bahwa kepada larangan (sholat di kuburan) itu mencakup haramnya kuburan
itu sendiri dan juga pekarangan kuburan.
Al Amidy dan selainnya berkata bahwa : Tidak boleh sholat di masjid
yang qiblatnya menghadap ke kuburan kecuali bila antara tembok masjid dan
kuburan ada penghalang (حائل
) yang lain.[24]
Imam Ahmad berkata bahwa : Tidak boleh sholat di dalam masjid yang
kiblatnya menghadap ke kuburan, sampai antara tembok masjid dan kuburan ada
penghalang yang lain. Maka jelaslah
bahwa tembok masjid tidak cukup sebagai penghalang antara masjid dengan
kuburan.[25]
Menurut Ath Thohthowy : Makruh sholat di kuburan, kecuali kuburan para
nabi, maka sama sekali tidak makruh baik kuburannya terbuka atau tidak. Syaikh
Muhammad Nashirudin Al Albany berkata
bahwa: Pengecualian ini batil dan
jelas-jelas batil, bagaimana mungkin pengecualian ini bisa sah padahal hadist (
hadist Aisyah tentang sabda Nabi sebelum wafat ) mencakup dalam laknatan kepada
ahlu kitab karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid dan (pengecualian ini) bisa benar
jika alasannya adalah karena najis, karena kuburan para nabi itu suci
sebagaimana sabda beliau :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَّلَام
“ Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas bumi untuk
memakan jasad para nabi”
Tapi jika najis ini
dijadikan alasan untuk mengecualikan larangan sholat di kuburan, itu pun tetap
bathil dan apa yang dibangun dibangun diatas kebatilan maka ia juga batil.
Sebagian ulama’ berpendapat
batalnya sholat di kuburan, karena larangan menunjukkan atas rusaknya hal yang
dilarang. Dan inilah perkataan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukany.[26]
D. Makam rosulullah r
Pada hari ini muncul permasalahan
yang berhubungan dengan kuburan Rasulallah r
yang terletak di tengah masjid, dalam masalah ini Asy-Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-'Utsaimin berkata bahwa: hal ini dapat dijawab dari beberapa sisi
1. Bahwa
masjid tidak dibangun di atas kuburan, tetapi masjid dibangun pada Masa
hidupnya Rasulallah r
2. Rasulallah
r
tidak dikubur di masjid tetapi dirumahnya
3. Para sahabat tidak sepakat untuk memasukan Rumah Rasulallah r
ke dalam masjid.
4. Kuburan
Rasulallah r
bukan di masjid, karena kuburan beliau berada pada ruang terpisah dari masjid
dan masjid tidak di bangun dikuburan, di samping itu kuburan beliau dikelilingi
oleh tiga tembok.[27]
Imam Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah r
bersabda :
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Artinya : “ Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai
berhala yang disembah, Murka Allah sangat keras kepada suatu kaum yang
menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.”
Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam ketika wafat dikubur di kamar Aisyah
Radhiyallahu 'Anha. Kamar itu dan kamar-kamar istri beliau yang lain letaknya
di timur dan kiblat masjid, dan bukan di dalam masjid. Hal itu berlangsung
hingga habis masa sahabat. Kemudian setelah datang masa kekhilafahan Al Walid
bin Abdul Malik bin Marwan, sekitar setahun setelah pembaiatannya, dia
memperluas masjid dan memasukkan kamar Aisyah ke dalam masjid karena Dlorurot
(terpaksa).
Al Walid menulis kepada wakilnya, Umar bin Abdul Aziz supaya membeli
kamar-kamar itu dari para pewaris para istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam
yang semuanya sudah wafat. Maka seluruh kamar itu dirobohkan, sementara kamar
Aisyah dibiarkan sebagaimana sebelumnya dan kamar itu tertutup sehingga tidak
seorangpun yang bisa masuk kedalam makam Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam, baik
untuk sholat, berdo’a atau urusan lain sebagainya sebagaimana ketika Aisyah
hidup. Aisyah wafat kurang lebih 20-30 tahun sebelum kamar beliau dimasukkan
menjadi bagian dari masjid. Beliau wafat di zaman Mu’awiyah.
Penguasa setelah itu secara
berturut-turut adalah anaknya Yazid bin Mu’awiyah, ia yang memegang tampuk
kekhilafahan. Kemudian masa kekhilafahan Ibnu Zubair, kemudian masa kekhilafahan Abdul Malik bin
Marwan, baru kemudian masa kekhilafahan anaknya ;Al Walid. Pemerintahannya
setelah tahun ke-80an Hijriyah dan kebanyakan sahabat telah wafat.Saat
itu, di kota Madinah tidak tertinggal seorang
sahabatpun kecuali Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu yang wafat tahun 78
Hijriyah atau 10 tahun sebelum dimasukkannya kamar Aisyah ke dalam masjid.[28]
Ibnul Qoyyim berkata : “Allah telah mengabulkan do’a beliau, maka
tidak ada cerita bahwa kuburan beliau dijadikan berhala, bahkan kuburan beliau
dilapisi dengan tiga tembok, maka tidak seorangpun yang bisa sholat
menghadapnya sehingga menjadikannya sebagai sesembahan selain Allah, dan tidak
tercatat dalam sejarah yang menceritakan bahwa kuburan beliau dijadikan
berhala.
فأجاب رب العالمين دعاءه
وأحاطه بثلاثة جدران.
Maka
Robb semesta alam mengabulkan do’anya
Dan memagarinya dengan tiga
tembok.
Memang benar bahwa didapatkan beberapa orang yang bersikap
berlebih-lebihan. Tapi tidak sampai menjadikan kuburan beliau sebagai berhala.
Mereka menjadikan diri beliau sebagai sesembahan walau ditempat yang jauh. Jika
seandainya didapatkan ada orang yang berdo’a di sisi kuburan beliau, maka ia
telah menjadikan diri beliau sebagai berhala, tetapi kuburan beliau sendiri
tidak dijadikan sesembahan.[29]
Ibn Taimiyah berkata : “ Seandainya berdo’a kepadanya, beristighfar
kepadanya itu disyariatkan, pasti para sahabat, tabi’ien tentu lebih tahu akan
hal itu dan tentu akan lebih mendahului dalam mengamalkannya daripada selain
mereka. Dan tentu saja para aimmah kaum muslimin akan menyebutkannya. [30]
Bin Bazz berkata : “ …Tidak dianggap perbuatan ini ( memasukkan kamar
Aisyah kedalam masjid ) sebagai mengubur di masjid, karena Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wa salam dan dua sahabat beliau Radhiyallahu 'Anhuma tidak
dipindahkan ke masjid akan tetapi hanya dimasukkannya kamar itu ke masjid di
sebabkan perluasan. Maka tidak menjadi alasan bagi bolehnya membangun di atas kuburan atau menjadikannya
sebagai masjid atau menguburkan di masjid karena terdapat hadist-hadist yang
melarang perbuatan itu di depan tadi. Dan perbuatan Al Walid itu tidak menjadi
alasan atas perbuatan yang menyelisihi sunnah yang sudah tetap dari Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wa salam.[31]
E. Hukum
Ziarah Kubur Bagi Wanita
1. Madhab
Syafi'i
Menurut madhab ini hukumnya ada tiga perkataan:
a) Makruh,
karena biasanya wanita banyak nangis, mengangkat suara (teriak) dan kurang bisa
menerima musibah.Dalam hukum ini belum sampai haram, karena Rasulullh saw
pernah melewati seorang wanita di kuburan dan ia menagis karena anaknya
meninggal, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya:"Bertaqwalah kepada
allah dan bersabarlah."
b) Haram,
berdasarkan sabda Rasulullah saw:"Bahwa Rasulullah melaknat wanita ziarah
kubur."
c) Boleh,
ini perkataan Imam Al-ghozali dalam kitabnya "Al-ikhya ulummud
ad-din'" jika tidak ada fitnah, dan dia melarangnya jika wanita
melakukan kemungkaran seperti menanngis dan sejenisnya.
2. Madhab
Malik
Menurut madhab mereka ada tiga hukum, , yaitu dilarang,
boleh dengan syarat bisa jaga diri, ada yang membedakan antara wanita
dewasa dan seoramng gadis. Kebanyakan mereka mengambil pendapat yang ketiga
ini, yaitu bahwa diperbolehkan ziarah bagi wanita dewasa dan haram bagi gadis
karena takut timbul fitnah.
3. Madhab
Hanbaly
Mereka berpendapat bahwa ziarah kubur bagi wanita makruh karena
bersandaran dengan dalil dari Ummu Atiyyah dia berkata:" Kami dilarang
untuk ziarah kubur tetapi larangan itu tidak terlalu keras."
4. Madhab
Hanafi
Mereka berpendapat bahwa:"Tidak mengapa ziarah
kubur bagi wanita. Berdasarkan dalil:" Saya(rasulullah) dulu melarang
kalian untk zirah kubur tapi sekarang ziarahlah."[32] Ada juga yang berpendapat makruh
seperti para wanita ikut kepemakaman mengantar jenazah.
5. Madhab
Dhaahiri
Ibnu Hazm Al-Dhahiri berkata:" Disunahkan ziarah
kubur. Itu wajib walaupun hanya sekali, baik laki-laki maupun wanita, berdasar
sabda Beliau:" Saya (rasulullah) dulu melarang kalian untuk zairah
kubur tapi sekarang ziarahlah. Dan juga diriwayatkan Muslim:" Berziarahlah
kubur karena itu mengingatkan kalian kematian."[33]
6. Syaihul
Islam Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menolak tentang masalah ziarah kubur
bagi wanita, dan ia merojihkan tentang tidak boleh wanita ziarah kubur, beliau
menolak orang yang membolehkannya dengan perkataannya:" Dari kalangan
ulama' siapa saja yang berkeyakinan bahewa wanita diizinkan ziarah, sebagaimana
laki-laki dengan berdalil sabda Nabi saw:
كنت نهيتكم عن
زيارة القبر فروروها فإنها تذ كركم الأخرة
"Berziarahlah
karena dengan ziarah mengingatkan kalian pada akhirat." Khithab ini
umum untuk laki-laki atau wanita, tetapi yang benar bahwa tidak diizinkan untuk
ziarah. Menurut Abdul Karim Zaidan:" Pendapat Ibnu Taimiyah inilah yang
paling rojih dengan alasan Saddu dhari'ah terjadi kerusakan."[34]
Tambahan
Pengungkapan
larangan sholat di atas kubur atau menghadap kepadanya itu hanya berlaku pada
kuburan yang nyata ( tampak ). Adapun yang di dalam bumi ( hingga tidak tampak
bahwa itu kuburan ) itu tidak termasuk kategori dalam hukum syar’ie yang
terdahulu, karena kita tahu bahwa bumi itu semuanya kuburan bagi yang hidup.
Allahu
berfirman :
االم نجعل الأرض كفاتا. أحياء وأمواتا. ( المرسلات : 25-26
)
Artinya :
“ Bukankah kami telah menjadikan bumi ( tempat ) berkumpul. Orang-orang yang
hidup dan yang mati”[35] ( Al
Mursalat : 25-26 )
As Sya’by
berkata :
" بطنها لأمواتكم وظهورها
لأحيائكم "
Artinya :
Perutnya ( bumi ) adalah untuk yang mati dan permukaanya adalah untuk yang
hidup”.[36]
MARJA'
1.
Shohih Bukhori :
Muhammad bin Isma'il Al-Bukhori
2.
Shohih Muslim :
Imam Muslim
3.
Ahkamul Janaiz wa
Bida’uha : Muhammad Nashirudin Al-Bani
4.
Al Qoul Al Mufid
'ala Kitabit Tauhid: Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin
5.
Al Masail Allati
kholafa fiha Rasulallah ahla Jahiliyah: Muhammad Ibnu Abdul Wahhab
6.
Kitabul Fiqh 'Ala Madzahibil Arba'ah:
Abdurohman Al-Jazairi
7.
Majmu' Fatawa : Syaikh
Islam Ibnu Taimiyah
8.
Ibanatul Ahkam:
Ibnu Hajar Al-'Asqolani
9.
Majmu' Fatawa wa
Maqolat Al Mutanawwi’ah: Syaihk Abdul Aziz bin Baz
10.
Tahdzirus Sajid
Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid:
11.
Al Qoul Al Mubin
fi Akhtoil Mushollin:
12.
Fatawa Al Aqidah
By: Suyanto
.
[1].
HR Muslim 532
[2].
HR Bukhori 435
[3].
Majmu’ Fatawa,1/163-164
[4].
HR Bukhori 1341
[5].
Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 13.
[6].
Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 24.
[7].
Ibid : 40-41.
[8].
HR Bukhori 438
[9].
Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 22.
[10]. Al Masail Allati kholafa fiha Rasulallah ahla
Jahiliyah 2/636
[11]. HR Abu Dawud 3229
[12]. Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur
Masajid : 25.
[13]. Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/ 402.
[14]. Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 1/ 166.
[16]. Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/
427-428.
[18].
HR Bukhori 1341
[19].
Ibanatul Ahkam 1/232.
[20].
Kitabul Fiqh ‘ala Madzahibil ‘Arba’ah 1/254.
[21].
Kitabul Fiqh 'Ala
Madzahibil Arba'ah 1/254.
[22].
Lihat Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 122-123.
[23].
Fatawa Al Aqidah 475-476.
[24].
Lihat Ahjamul Janaiz wa Bida’uha : 273.
[25].
Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 66 & 129.
[26].
Lihat Ahkamul Janaiz wa Bida’uha : 275..
[27].
Al-Qoulul Mufid 'Ala
Syarhi Kitabu Tauhid 1/398
[28].
Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 27/ 323-324.
[29].
Lihat Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/ 423.
[30].
Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 1/241.
[31].
Majmu' Fatawa wa Maqolat Al Mutanawwi’ah 337.
[35].
QS Al-Mursalat: 25-26
[36].
Al Qoul Al Mubin fi Akhtoil Mushollin : 73.
0 comments:
Post a Comment