Saturday, October 13, 2012

HUKUM MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI MASJID



HUKUM MENJADIKAN KUBURAN
SEBAGAI MASJID

Syirik merupakan dosa yang paling besar yang tidak mendapatkan magfiroh dari Allah bagi pelakunya yang meninggal dan belum bertaubat. Dosa yang menyebabkan seluruh amal terhapus dan menyebabkan seorang muslim keluar dari keimanannya. Karena begitu bahayanya akibat dari syirik, maka Rasulallah r menutup pintu-pintu atau wasilah-wasilah yang dapat menyebabkan seorang terjerumus dalam perbuatan syirik dan memberi peringatan yang keras daripadanya.
Menjadikan kubur sebagai masjid dan sholat menghadapnya adalah di antara pintu menuju kesyirikan, maka Rasulallah r melarang keras hal tersebut, karena menjadikan kuburan sebagai masjid merupakan bentuk pengagungan terhadap quburan, sebab terbesar yang menjerumuskan seorang kepada peribadahan terhadap berhala.


A.   Larangan Menjadikan Kuburan sebagai Masjid

Berikut hadits-hadit yang menunjukkan larangan terhadap kuburan yang dijadikan sebagai masjid:
1.       Hadits Jundub bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi r bersabda lima hari sebelum beliau wafat :
إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Artinya: " Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, maka sesungguhnya saya melarang kalian dari hal itu ”. [1]

2.       Hadits 'Aisyah  Radhiyallahu 'Anha bahwa sebelum Nabi r  wafat bersabda
لَعَنَة اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا
Artinya : “ Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashroni karena mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”[2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa : maksud dari menjadikan masjid adalah menjadikan tempat itu untuk sholat lima waktu dan lain sebagainya, Sebagaimana masjid dibangun juga dengan tujuan serupa, dan tempat yang dijadikan masjid itu hanyasannya dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah dan berdo’a kepada-Nya, bukan kepada makhluq.
Rasulullah r  telah mengharamkan kuburan dijadikan sebagai masjid dengan maksud hendak didirikannya sholat di dalamnya, walaupun pelakunya bermaksud hanya beribadah kepada Allah saja, karena hal itu bahaya dan dapat menjerumuskan pelakunya syirik kepada Allah. Sebagainmana larangan sholat dalam tiga waktu, demi menghindari dari bahaya syirik (sujud kepada matahari). Dan suatu amalan jika menjerumuskan kepada suatu mafsadah (kerusakan) dan tidak ada maslahat yang jelas didalamnya maka amalan tersebut terlarang.[3]

3.       Hadits  'Aisyah  Radhiyallahu 'Anha bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anhuma menceritakan kepada Rasulullah r  tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah, ternyata di dalamnya ada gambar-gambar (patung). Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda,
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya:  " Mereka itu, jika ada seorang yang sholih atau hamba yang sholih di antara mereka yang mati, mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka membuat patung orang tersebut. Mereka itulah sejelek-jelek makhluq di sisi Allah”[4]
Al Hafidz Ibnu Rojab berkata bahwa : Hadist ini menunjukkan atas haramnya membangun masjid di atas kuburan orang-orang yang sholih, dan menggambar mereka (membuat patung mereka) di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Nashroni. Dalam hal ini tidak ada keraguan lagi atas haramnya kedua hal ini. Maka menggambar (membuat patung) manusia adalah haram, begitu juga membangun masjid di atas kuburan juga haram, sebagaimana ada juga nash-nash lain menunjukkan akan hal ini.[5]

·  Perkataan Ulama tentang hukum menjadikan kuburan sebagai masjid
1.       Asy Syafi’iyah berpendapat bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar. Al Fakih Ibnu Hajar Al Haitami berkata bahwa: Adapun dosa besar yang ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh dan kesembilan puluh delapan adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, mengadakan penerangan (lampu-lampu) di atasnya, menjadikannya sebagai masjid, thowaf kepadanya, menyerahkan urusan kepada kuburan (orang yang telah mati), dan sholat menhadapnya”.[6]
2.       Al Hanafiyah berpendapat bahwa ini termasuk Al Karohah At Tahrimiyah. Imam Muhammad murid Abu Hanifah berkata  “ Dan kami membenci jika kuburan disemen atau dilepa atau dijadikan sebagai masjid.”
3.       Al Malikiyah dan Al Hanabilah berpendapat bahwa hukumnya haram, bahkan sebagian dari mereka berpendapat batalnya sholat di dalam masjid yang dibangun di atas kuburan, dan wajib merobohkan masjid yang dibangun di atas kuburan.[7]

B.   Hukum Sholat Di Dalamnya

a.       Maksud menjadikan kuburan sebagai masjid
Syaihul Islam Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata bahwa maksud dari menjadikan kuburan menjadi masjid yaitu
-          menjadikannya tempat ibadah, walaupun tidak dibangun di atasnya masjid, -bangunan bukan syarat berdirinya masjid- karena setiap tempat yang dijadikan tempat ibadah adalah masjid, bahkan setiap tempat yang digunakan untuk sholat dinamakan masjid.
Sebagaimana hadits Jabir bin Abdillah bahwa Nabi r bersabda:
وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
" dan dijadikan bagiku tanah sebagai masjid dan suci ….” [8]
Ibnu Hajar Al Haitami berkata : “ Menjadikan kuburan sebagai masjid artinya sholat di atas kuburan atau sholat menghadap kuburan.”[9]


-          Sholat menghadap kuburan, maksudnya bersujud mengahadap kuburan.[10] Sebagaimana hadits Abi Martsad bahwa Rasulallah r bersabda:
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
" Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janagn sholat menghadap kuburan.”[11]

Imam Ali Al Qori berkata : “ (Larangan ini berlaku) karena di dalamnya mengandung pengagungan yang berlebihan, seolah-olah mencapai derajat Ma’bud (yang diibadahi), jika pengagungan ini memang hakekatnya untuk kuburan atau penghuninya maka itu adalah perbuatan kufur akbar, maka bertasyabuh dengan perbuatan yang demikian adalah makruh, dan seyogyanya makruhnya adalah karahatu tahrim (haram).[12] Oleh sebab itu tidak boleh sholat dikuburan.[13]
Ibnu Taimiyah berkata : “ Jika sholat seseorang dikuburan para Nabi dan orang-orang sholih tanpa ada maksud berdo’a kepadanya ( si mayit ), seperti menjadikan kuburan mereka sebagai masjid hal itu adalah  (haram dan dilarang) dan pelakunya diancam mendapat laknat dan murka dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam :

اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Murka Allah sangat keras atas suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid ” [14]
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ وَالْمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا الْمَسَاجِدَ وَالسُّرُجَ
" Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam melaknat para wanita yang menziarohi kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid dan ( melakukan ) penerangan ( di atasnya) ”[15]

 Hadist ini menunjukkan atas pengharaman ziarah seorang wanita ke kuburan, bahkan itu termasuk dosa besar, karena laknat itu tidak ada kecuali atas dosa besar dan menunjukan atas haramnya menjadikan kuburan sebagai masjid dan penerang di atas kuburan. Itu adalah salah satu dosa besar karena pelakunya diancam laknat.[16]
Al Alamah Ibnul Malik termasuk ulama’ Al Hanafiyah berkata : “Tidaklah diharamkannya membangun masjid di atas kuburan melainkan karena sholat di dalamnya itu merupakan bentuk dari mengikuti sunnah orang-orang Yahudi”.[17]

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ فَذَكَرَتَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  
Artinya :Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anhu menceritakan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam tentang gereja yang ia lihat di Abesina dan gambaran-gambaran yang ada di dalamnya. Maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda :” Mereka itu jika ada seorang yang sholih atau hamba yang sholih mati, mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka menggambarnya di gambaran-gambaran itu, mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah .[18]

b.       Pendapat ulama tentang sholat dikuburan
1.      Abu Hanifah berpendapat makruh.[19]
2.      Al Malikiyah berkata : Boleh sholat di kuburan jika aman dari hal-hal yang najis.[20]
3.      Asy Syafi’iyah berkata : Makruh sholat di kuburan yang tidak terbuka, baik kuburan itu dibelakangnya, depannya, kanannya, kirinya, bawahnya kecuali kuburan syuhada’ dan para nabi, maka tidak makruh selama tidak dimaksudkan untuk pengagungan. Jika tidak demikian maka haram. Adapun sholat dikuburan yang terbuka tanpa penghalang maka itu bathil karena adanya hal yang najis.[21]
4.      Imam Ahmad dan selainnya berpendapat bathalnya sholat. Adapun Jumhur berpendapat Makruh dan tidak batal[22]
5.      Muhammad bin Sholih bin ‘Utsaimin berkata : “ Jika kuburan itu sudah ada sejak sebelum dibangun masjid, maka sholatnya tidak sah dan boleh merobohkan masjid itu. Adapun jika masjid itu sudah ada sebelum kuburan, maka wajib membongkar kuburan itu dan memindahkannya ke kuburan umum. Dan sholat di dalamnya sah kecuali jika kuburan itu di depan para orang-orang yang sholat, karena sholat menghadap kuburan itu tidak sah.”[23]

C.    Yang Termasuk Kategori Kuburan

Ibnu Taimiyah berkata bahwa : “Tidak sah sholat di atas kuburan dan juga sholat menghadap kuburan, larangannya karena  سد لذريعة (menjaga dari bahaya) perbuatan syirik…… Kuburan (maqbarah) adalah setiap sesuatu yang dikubur di dalamnya, jadi bukan merupakan bentuk plural (jama’) dari kata al qabru. Sahabat-sahabat kami berkata bahwa : Termasuk dalam kategori kuburan adalah apa-apa yang ada di sekitar kuburan tidak boleh sholat di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa kepada larangan (sholat di kuburan) itu mencakup haramnya kuburan itu sendiri dan juga pekarangan kuburan.
Al Amidy dan selainnya berkata bahwa : Tidak boleh sholat di masjid yang qiblatnya menghadap ke kuburan kecuali bila antara tembok masjid dan kuburan ada penghalang  (حائل  ) yang lain.[24] 
Imam Ahmad berkata bahwa : Tidak boleh sholat di dalam masjid yang kiblatnya menghadap ke kuburan, sampai antara tembok masjid dan kuburan ada penghalang yang lain.  Maka jelaslah bahwa tembok masjid tidak cukup sebagai penghalang antara masjid dengan kuburan.[25]
Menurut Ath Thohthowy : Makruh sholat di kuburan, kecuali kuburan para nabi, maka sama sekali tidak makruh baik kuburannya terbuka atau tidak. Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albany berkata  bahwa:  Pengecualian ini batil dan jelas-jelas batil, bagaimana mungkin pengecualian ini bisa sah padahal hadist ( hadist Aisyah tentang sabda Nabi sebelum wafat ) mencakup dalam laknatan kepada ahlu kitab karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid dan              (pengecualian ini) bisa benar jika alasannya adalah karena najis, karena kuburan para nabi itu suci sebagaimana sabda beliau :

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَّلَام

Sesungguhnya  Allah telah mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad para nabi”
Tapi jika najis ini dijadikan alasan untuk mengecualikan larangan sholat di kuburan, itu pun tetap bathil dan apa yang dibangun dibangun diatas kebatilan maka ia juga batil.
Sebagian ulama’ berpendapat batalnya sholat di kuburan, karena larangan menunjukkan atas rusaknya hal yang dilarang. Dan inilah perkataan Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Asy Syaukany.[26]

D.    Makam rosulullah r

Pada hari ini muncul permasalahan yang berhubungan dengan kuburan Rasulallah r yang terletak di tengah masjid, dalam masalah ini Asy-Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin berkata bahwa: hal ini dapat dijawab dari beberapa sisi
1.       Bahwa masjid tidak dibangun di atas kuburan, tetapi masjid dibangun pada Masa hidupnya Rasulallah r
2.       Rasulallah r tidak dikubur di masjid tetapi dirumahnya
3.       Para sahabat tidak sepakat untuk  memasukan Rumah Rasulallah r ke dalam masjid.
4.       Kuburan Rasulallah r bukan di masjid, karena kuburan beliau berada pada ruang terpisah dari masjid dan masjid tidak di bangun dikuburan, di samping itu kuburan beliau dikelilingi oleh tiga tembok.[27]

Imam Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah r  bersabda :

 

اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

Artinya : “ Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, Murka Allah sangat keras kepada suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.”
Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam ketika wafat dikubur di kamar Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Kamar itu dan kamar-kamar istri beliau yang lain letaknya di timur dan kiblat masjid, dan bukan di dalam masjid. Hal itu berlangsung hingga habis masa sahabat. Kemudian setelah datang masa kekhilafahan Al Walid bin Abdul Malik bin Marwan, sekitar setahun setelah pembaiatannya, dia memperluas masjid dan memasukkan kamar Aisyah ke dalam masjid karena Dlorurot (terpaksa).
Al Walid menulis kepada wakilnya, Umar bin Abdul Aziz supaya membeli kamar-kamar itu dari para pewaris para istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam yang semuanya sudah wafat. Maka seluruh kamar itu dirobohkan, sementara kamar Aisyah dibiarkan sebagaimana sebelumnya dan kamar itu tertutup sehingga tidak seorangpun yang bisa masuk kedalam makam Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam, baik untuk sholat, berdo’a atau urusan lain sebagainya sebagaimana ketika Aisyah hidup. Aisyah wafat kurang lebih 20-30 tahun sebelum kamar beliau dimasukkan menjadi bagian dari masjid. Beliau wafat di zaman Mu’awiyah.
 Penguasa setelah itu secara berturut-turut adalah anaknya Yazid bin Mu’awiyah, ia yang memegang tampuk kekhilafahan. Kemudian masa kekhilafahan Ibnu Zubair,  kemudian masa kekhilafahan Abdul Malik bin Marwan, baru kemudian masa kekhilafahan anaknya ;Al Walid. Pemerintahannya setelah tahun ke-80an Hijriyah dan kebanyakan sahabat telah wafat.Saat itu,  di kota Madinah tidak tertinggal seorang sahabatpun kecuali Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu yang wafat tahun 78 Hijriyah atau 10 tahun sebelum dimasukkannya kamar Aisyah ke dalam masjid.[28]
Ibnul Qoyyim berkata : “Allah telah mengabulkan do’a beliau, maka tidak ada cerita bahwa kuburan beliau dijadikan berhala, bahkan kuburan beliau dilapisi dengan tiga tembok, maka tidak seorangpun yang bisa sholat menghadapnya sehingga menjadikannya sebagai sesembahan selain Allah, dan tidak tercatat dalam sejarah yang menceritakan bahwa kuburan beliau dijadikan berhala.
فأجاب رب العالمين دعاءه  وأحاطه بثلاثة جدران.
            Maka Robb semesta alam mengabulkan do’anya
                                    Dan memagarinya dengan tiga tembok.
Memang benar bahwa didapatkan beberapa orang yang bersikap berlebih-lebihan. Tapi tidak sampai menjadikan kuburan beliau sebagai berhala. Mereka menjadikan diri beliau sebagai sesembahan walau ditempat yang jauh. Jika seandainya didapatkan ada orang yang berdo’a di sisi kuburan beliau, maka ia telah menjadikan diri beliau sebagai berhala, tetapi kuburan beliau sendiri tidak dijadikan sesembahan.[29]
Ibn Taimiyah berkata : “ Seandainya berdo’a kepadanya, beristighfar kepadanya itu disyariatkan, pasti para sahabat, tabi’ien tentu lebih tahu akan hal itu dan tentu akan lebih mendahului dalam mengamalkannya daripada selain mereka. Dan tentu saja para aimmah kaum muslimin akan menyebutkannya. [30]
Bin Bazz berkata : “ …Tidak dianggap perbuatan ini ( memasukkan kamar Aisyah kedalam masjid ) sebagai mengubur di masjid, karena Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam dan dua sahabat beliau Radhiyallahu 'Anhuma tidak dipindahkan ke masjid akan tetapi hanya dimasukkannya kamar itu ke masjid di sebabkan perluasan. Maka tidak menjadi alasan bagi bolehnya  membangun di atas kuburan atau menjadikannya sebagai masjid atau menguburkan di masjid karena terdapat hadist-hadist yang melarang perbuatan itu di depan tadi. Dan perbuatan Al Walid itu tidak menjadi alasan atas perbuatan yang menyelisihi sunnah yang sudah tetap dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam.[31]
E.     Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita
1.      Madhab Syafi'i
Menurut madhab ini hukumnya ada  tiga perkataan:
a)       Makruh, karena biasanya wanita banyak nangis, mengangkat suara (teriak) dan kurang bisa menerima musibah.Dalam hukum ini belum sampai haram, karena Rasulullh saw pernah melewati seorang wanita di kuburan dan ia menagis karena anaknya meninggal, maka Rasulullah saw bersabda kepadanya:"Bertaqwalah kepada allah dan bersabarlah."
b)      Haram, berdasarkan sabda Rasulullah saw:"Bahwa Rasulullah melaknat wanita ziarah kubur."
c)       Boleh, ini perkataan Imam Al-ghozali dalam kitabnya "Al-ikhya ulummud ad-din'" jika tidak ada fitnah, dan dia melarangnya jika wanita melakukan kemungkaran seperti menanngis dan sejenisnya.
2.      Madhab Malik
Menurut madhab mereka ada tiga hukum, , yaitu dilarang, boleh dengan syarat bisa jaga diri, ada yang membedakan antara wanita dewasa dan seoramng gadis. Kebanyakan mereka mengambil pendapat yang ketiga ini, yaitu bahwa diperbolehkan ziarah bagi wanita dewasa dan haram bagi gadis karena takut timbul fitnah.
3.      Madhab Hanbaly
Mereka berpendapat bahwa ziarah kubur bagi  wanita makruh karena bersandaran dengan dalil dari Ummu Atiyyah dia berkata:" Kami dilarang untuk ziarah kubur tetapi larangan itu tidak terlalu keras."
4.      Madhab Hanafi
Mereka berpendapat bahwa:"Tidak mengapa ziarah kubur bagi wanita. Berdasarkan dalil:" Saya(rasulullah) dulu melarang kalian untk zirah kubur tapi sekarang ziarahlah."[32] Ada juga yang berpendapat makruh seperti para wanita ikut kepemakaman mengantar jenazah.
5.      Madhab Dhaahiri
Ibnu Hazm Al-Dhahiri berkata:" Disunahkan ziarah kubur. Itu wajib walaupun hanya sekali, baik laki-laki maupun wanita, berdasar sabda Beliau:" Saya (rasulullah) dulu melarang kalian untuk zairah kubur tapi sekarang ziarahlah. Dan juga diriwayatkan Muslim:" Berziarahlah kubur karena itu mengingatkan kalian kematian."[33]
6.       Syaihul Islam Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah menolak tentang masalah ziarah kubur bagi wanita, dan ia merojihkan tentang tidak boleh wanita ziarah kubur, beliau menolak orang yang membolehkannya dengan perkataannya:" Dari kalangan ulama' siapa saja yang berkeyakinan bahewa wanita diizinkan ziarah, sebagaimana laki-laki dengan berdalil sabda Nabi saw:
كنت نهيتكم عن زيارة القبر فروروها فإنها تذ كركم الأخرة
"Berziarahlah karena dengan ziarah mengingatkan kalian pada akhirat." Khithab ini umum untuk laki-laki atau wanita, tetapi yang benar bahwa tidak diizinkan untuk ziarah. Menurut Abdul Karim Zaidan:" Pendapat Ibnu Taimiyah inilah yang paling rojih dengan alasan Saddu dhari'ah terjadi kerusakan."[34]

Tambahan

Pengungkapan larangan sholat di atas kubur atau menghadap kepadanya itu hanya berlaku pada kuburan yang nyata ( tampak ). Adapun yang di dalam bumi ( hingga tidak tampak bahwa itu kuburan ) itu tidak termasuk kategori dalam hukum syar’ie yang terdahulu, karena kita tahu bahwa bumi itu semuanya kuburan bagi yang hidup.
            Allahu berfirman :
االم نجعل الأرض كفاتا. أحياء وأمواتا. ( المرسلات : 25-26 )
Artinya : “ Bukankah kami telah menjadikan bumi ( tempat ) berkumpul. Orang-orang yang hidup dan yang mati”[35] ( Al Mursalat : 25-26 )
            As Sya’by berkata  :
" بطنها لأمواتكم وظهورها لأحيائكم "
Artinya : Perutnya ( bumi ) adalah untuk yang mati dan permukaanya adalah untuk yang hidup”.[36]

MARJA'
1.       Shohih Bukhori : Muhammad bin Isma'il Al-Bukhori
2.       Shohih Muslim : Imam Muslim
3.       Ahkamul Janaiz wa Bida’uha : Muhammad Nashirudin Al-Bani
4.       Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid: Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin
5.       Al Masail Allati kholafa fiha Rasulallah ahla Jahiliyah: Muhammad Ibnu Abdul Wahhab
6.       Kitabul Fiqh 'Ala Madzahibil Arba'ah: Abdurohman Al-Jazairi
7.       Majmu' Fatawa : Syaikh Islam  Ibnu Taimiyah
8.       Ibanatul Ahkam: Ibnu Hajar Al-'Asqolani
9.       Majmu' Fatawa wa Maqolat Al Mutanawwi’ah: Syaihk Abdul Aziz bin Baz
10.   Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid:
11.   Al Qoul Al Mubin fi Akhtoil Mushollin:
12.   Fatawa Al Aqidah

By: Suyanto
.




[1]. HR Muslim 532
[2]. HR Bukhori 435
[3]. Majmu’ Fatawa,1/163-164
[4]. HR Bukhori 1341
[5]. Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 13.
[6]. Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 24.
[7]. Ibid : 40-41.
[8]. HR Bukhori 438
[9]. Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 22.
[10].  Al Masail Allati kholafa fiha Rasulallah ahla Jahiliyah 2/636
[11].  HR Abu Dawud 3229
[12].  Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 25.
[13].  Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/ 402.
[14].  Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 1/ 166.
[15].  HR Abu Dawud 3236,  Al-Albani berkata bahwa hadits ini dhoif ( silsilah hadits dhoifah : 225)
[16].  Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/ 427-428.
[17].  Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid  : 124.
[18]. HR Bukhori 1341
[19]. Ibanatul Ahkam 1/232.
[20]. Kitabul Fiqh ‘ala Madzahibil ‘Arba’ah 1/254.
[21]. Kitabul Fiqh 'Ala Madzahibil Arba'ah 1/254.
[22]. Lihat Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 122-123.
[23]. Fatawa Al Aqidah  475-476.
[24]. Lihat  Ahjamul Janaiz wa Bida’uha : 273.
[25]. Tahdzirus Sajid Min Ittikhodzi Al Qubur Masajid : 66 & 129.
[26]. Lihat Ahkamul Janaiz wa Bida’uha : 275..
[27]. Al-Qoulul Mufid 'Ala Syarhi Kitabu Tauhid 1/398
[28]. Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 27/ 323-324.
[29]. Lihat Al Qoul Al Mufid 'ala Kitabit Tauhid 1/ 423.
[30]. Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah 1/241.
[31]. Majmu' Fatawa wa Maqolat Al Mutanawwi’ah 337.
[32]  Dinukil dari kitab kisyafful qana' , juz; 1, hlm; 416
[33]  Dinukil dari kitab Al mahalla, Ibnu Hazm , juz: 5, hlm: 160-161
[34] Kitab Al-Mufassal fi Ahkami Mar'ah, Abdul Karim Zaidan, juz: 11, hlm: 180-181   
[35]. QS Al-Mursalat: 25-26
[36]. Al Qoul Al Mubin fi Akhtoil Mushollin : 73.

0 comments:

Post a Comment