BEBERAPA MASALAH TENTANG ADZAN
1. Hukum Azan
Para Ulama’ berselisih pendapat dalam
masalah ini, namun pendapat yang paling rajih(kuat) adalah yang menghukumi
fardhu kifayah, hal itu berdasarkan dalil-dalil berikut:
عن مالك بن الحوارث : عن النبي صلى الله
عليه وسلم قال : إذاحضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم وليؤمكم أكبركم ( متفق عليه )
Dari Malik bin al-Ruwairits Radhiyallahu 'Anhu sesungguhnya Nabi r bersabda: “
Apabila telah tiba waktu shalat maka hendaklah salah seorang dari kalian adzan
dan hendaklah orang yang paling tua diantara kalian menjadi imam”.[1]
Dari Abu Darda’ Radhiyallahu 'Anhu ia
berkata:Saya mendengar Rasulullah r bersabda: “ Tidaklah tiga orang yang tidak adzan dan
tidak didirikan shalat di dalamnya(sebuah desa) kecuali syetan akan menguasai
mereka”.[2]
Dari Malik bin al-Ruwairits Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: Ada
dua orang laki-laki yang mendatangi Rasulullah r , keduanya bermaksud mengadakan perjalanan maka
Rasulullah r bersabda: “ Bila
kamu berdua keluar maka adzanlah kemudian qomatilah, lalu hendaklah orang yang
paling besar diantara kamu menjadi imam”.[3]
Kesimpulan:
1. Hukum adzan adalah fardhu kifayah maka apabila dalam
sebuah kota tidak ada seorang pun yang mengumandangkan adzan maka berdosalah
seluruh penduduk kota tersebut.
2. Dalil-dalil di atas merupakan hujjah yang kuat dalam
membantah pendapat yang mensunnahkan adzan.
Daftar Pustaka:
·
Tamamul Minnah
hal. 144.
·
Al-Qaulul Mubin
fi Akhthail Mushallin hal. 171-173.
·
Nailul Authar juz
2 hal. 32-36.
·
Subulus Salam juz
1 hal. 218-220.
·
2. Hukum Membaca Shalawat Dengan Suara
Jahr(Keras) Bagi Muadzdzin Setelah Adzan
Ini adalah bid’ah yang menyalahi
Rasulullah r . Dan sebagai rujukan dapat di buka buku-muku dibawah
ini:
a. Ad-Darul Mukhtar juz 1 hal. 390 d. Al-Madkhal
juz 2 hal. 255-256
b. Mirqatul Mafatih juz 1 hal. 423 e. Ad-diinul Khalish
juz 2 hal. 88-89
c. Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 22 hal. 470 f. Al-Fatawa al-Fiqhiyah Kubra juz 1 hal. 131
Bahkan tidak ada dalil yang menunjukkan bacaan shalawat bagi muadzdzin dengan bacaan
yang sirr (pelan) sesudah adzan. Maka jika hal tersebut dikatakan bahwa hal itu
masuk ke dalam hadits Rasulullah r : “Jika kalian mendengar muadzdzin maka ucapkanlah
seperti apa yang diucapkan muadzdzin kemudian bershalawatlah atas ku”.
Maka jawabannya adalah sesungguhnya
khitab(yang dituju) dalam hadits tersebut adalah bagi orang yang mendengar
adzan maka diperintahkan untuk menjawab adzan dan muadzdzin tidak termasuk
dalam kategori ini.
Dan jika dikatakan apakah muadzdzin
tidak boleh membaca shalawat atas Rasulullah r dengan pelan?
Maka hendaklah dijawab dengan: Hal tersebut tidak dilarang mutlaq namun yang
dilarang adalah apabila hal tersebut diwajibkan setiap selesai adzan. Hal ini
dikhawatirkan karena akan menambah lafadz adzan serta menyesuaikan dengan apa
yang tidak sesuai dengannya dan menyamakan antara orang yang ditetapkan oleh
Rasulullah r dalam hal ini
adalah orang yang mendengar, sedangkan orang yang tidak ditetapkan oleh
Rasulullah r adalah
muadzdzin, dan semua itu tidak diperbolehkan, pikirkanlah.
Daftar Pustaka:
·
Al-Qaulul Mubin
fi Akhthail Mushallin hal. 173-174 2.Tamamul
Minnah hal. 158
3. Hukum Adzan Dengan Menggunakan Tape Recorder
Sesungguhnya adzan dengan cara
menyalakan tape recorder memiliki dampak yang negatif diantaranya:
·
Melupakan pahala
para muadzdzin dan membatasi muadzin yang asli.
·
Menyalahi sunnah
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
“
Apabila tiba waktu shalat, maka hendaklah salah seorang diantara kalian adzan
dan hendaklah orang yang paling besar menjadi imam kalian”.[4])
- Menyalahi warisan orang islam abad pertama hijriyah sampai sekarang yang mereka semua senantiasa adzan di setiap waktu shalat lima waktu walaupun ada beberapa masjid dalam sebuah kota/desa.
- Sesungguhnya niat adalah syarat bagi muadzdzin maka tidak sah adzan orang gila atau orang mabuk karena tidak ada niat untuk melaksanakan adzan demikian juga dengan tape recorder.
- Sesungguhnya adzan adalah ibadah badaniyah, Ibnu Qudamah berkata bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk ikut membantu adzan orang lain, karena adzan adalah ibadah badaniyah, maka tidak sah jika dilakukan oleh dua orang.
- Sesungguhnya adzan dengan cara menyalakan tape recorder atau radio adalah merupakan bentuk yang mempermainkan agama islam dan menyebabkan masuknya bid’ah diantara kaum muslimin baik dalam ibadah maupun dalam syari’ah, dengan anggapan bahwa cukup dengan hanya menyalakan tape recorder atau radio tanpa susah-susah mencari muadzdzin.
Dari dasar
dampak-dampak di atas maka Majlis al-Fiqh al-Islamy milik Rabithah al-Alamy
al-Islamy membahas masalah tersebut yang berlangsung di Makkah pada hari sabtu
12-7-1406 H dan menetapkan sebagai berikut:
“Sesungguhnya
adzan dibeberapa masjid ketika tiba waktu shalat dengan menggunakan perantara
tape recorder atau yang semisalnya dengannya adalah tidak sah dan tidak boleh,
untuk melaksanakan ibadah shalat dan memenuhi adzan yang disyari’atkan maka
wajib bagi orang-orang islam untuk segera adzan apabila telah tiba waktu shalat
di setiap masjid, sebagaimana yang diwariskan oleh orang-orang islam pada zaman
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sampai sekarang”.
Kesimpulan:
- Tidak boleh adzan dengan perantara tape recorder atau yang semisal dengannya.
- Tidak boleh mendirikan shalat dengan adzan tersebut dan harus menunjuk seseorang untuk adzan apabila telah tiba aktu shalat.
Daftar Pustaka:
·
Al-Qaulul Mubin
fi Akhthail Mushallin hal. 175-177.
·
Al-Mughny juz 1
hal. 425.
4. Hukum Menyalakan Tape Reorder Yang Berisi
Qira’atul Qur’an Atau Dzikir-Dzikir Yang Lain Sebelum Adzan Shaubuh Dengan
Maksud Membangunkan Orang-Orang Yang Masih Tidur
Ini adalah bid’ah-bid’ah yang terjadi
pada zaman ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab
dengan alasan membangunkan orang-orang yang masih tidur, apakah mereka tidak
mengerti bahwa Rasulullah r memerintahkan
Bilal Radhiyallahu 'Anhu untuk adzan sebelum(waktu) shubuh dengan tambahan “Shalat
itu lebih baik daripada tidur” yang maksudnya tidak lain adalah untuk
membangunkan orang-orang yang masih tidur, ini ini adalah petunjuk dari Rasulullah
r dan apakah mereka lebih berhak
membuat petunjuk dengan menyalakan tape recorder yang berisikan dzikir-dzikir
daripada petunjuk Rasulullah r ?
Dalam kitab “Kasyaful Qana” dijelaskan
bahwa ”Apa-apa selain adzan awal (sebelum adzan shubuh) baik berupa tasbih,
nasyid, atau mengeraskan do’a dan semacam itu di tempat adzan maka semua itu
tidaklah digunakan dan tidak seorang pun dari para Ulama’ mengatakan perbuatan
tersebut sunnah bahkan itu adalah bid’ah yang sangat dibenci, karena tidak
pernah dilakukan di zaman Rasulullah r dan para
Shahabatnya Radhiyallahu 'Anhum
Ibnu Jauzy berkata bahwa sungguhnya saya
telah banyak melihat orang yang bangun malam dan naik ke atas menara, dia berdzikir
dan membaca beberapa surat di dalam al-Qur’an dengan suara yang keras maka
orang-orang yang tidur terganggu dengan suaranya, begitu pula orang-orang yang
sedang shalat tahajjud terganggu dengan bacaannya, dan semua itu merupakan
perbuatan yang munkar
KESIMPULAN:
- Menyalakan tape recorder dan sejenisnya yang berisikan qira’atul Qur’an atau pun yang lain dengan suara yang keras apalagi dengan pengeras suara (load speaker) hal ini merupakan perbuatan yang munkar karena mengganggu orang-orang yang sedang tidur dan shalat tahajjud.
- Petunjuk Rasulullah r untuk membangunkan orang yang sedang tidur adalah dengan lafadz taswib “Shalat itu lebih baik daripada tidur” dan barangsiapa yang menyalahi petunjuk Rasulullah r dia berada dalam kesesatan yang nyata.
Daftar Pustaka:
- Al-Qaulul Mubin fi Akhthail Mushallin hal. 177
- Talbisul Iblis hal. 137
- Kasyaful Qana’ juz 1 hal. 168
- Fathul Bary juz 2 hal. 92
- Tafsir al-Alusy juz 3 hal. 284
- Ad-Diinul Khalish juz 2 hal. 96-97
5. Hukum adzan shubuh ditambah dengan lafadz
taswib . “Shalat itu lebih baik daripada tidur”
Tidak benar karena lafadz taswib hanya
untuk adzan awwal (sebelum shubuh) dan hadits yang menyatakan bahwa adzan
shubuh harus ditambah dengan lafadz taswib adalah dhaif(lemah).
Dari Bilal Radhiyallahu 'Anhu ia
berkata:Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadaku:Janganlah
kalian membaca lafadz taswib di beberapa shalat kecuali pada shalat
fajr(shubuh)”.(HR.at-Tirmidzy)
Keterangan:
Hadits di atas dhaif dan sanadnya
munqathi’ (terputus), Al-Baihaqy berkata bahwa hadits ini mursal karena
sesungguhnya Abdurrahman bin Abi Laila tidak pernah bertemu Bilal Radhiyallahu
'Anhu dan dalam sanad hadits tersebut terdapat perawi yang bernama Abu Isra’il
yaitu Ismail bin Khalifah al-Abbasy. Imam al-Bukhary berkata:Ibnu Mahdy
mengatakan dia itu matruk(ditinggal). Al-Jauzjany berkata bahw dia itu orang
yang suka membuat-buat dan menyipang. An-Nasa’i berkata bahwa dia tidak
tsiqah.(Sunan tirmidzy juz 1 hal. 241)
Abu
Mahdzurah Radhiyallahu 'Anhu berkata : “ ya Rasulullah r ajarilah aku sunnah adzan ? Maka beliau mengajarinya.
Jika shalat shubuh hendaklah engkau mengucapkan …”Shalat itu lebih baik
daripada tidur”.(HR.Ahmad dan Abu Daud)
Keterangan:
Hadits di atas tidak dapat dijadikan
hujjah untuk menambah lafadz taswib pada waktu shalat shubuh karena pengertian
hadits tersebut masih umu dan mengandung dua adzan tetapi adzan yang kedua
tidaklah yang dimaksud melainkan yang pertama yang dimaksud oleh Rasulullah r. Hal ini di karenakan ada riwayat yang
mengkhususkannya pada adzan awwal dengan lafadz hadits Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam:
Jika engkau adzan pertama dari shubuh
maka ucapkanlah …”Shalat itu klebih baik daripada tidur”.(HR.Abu Daud no.501,
an-Nasa’I :2/13-14 dan at-Thahawy :1/137). Hadits ini adalah shahih yang telah
ditahrij dalam shahih Abu daud no. 510-516.
Dari keterangan diatas dapatlah kita
lihat bahwa lafadz taswib hanyalah pada
adzan pertama (sebelum shubuh). Hal ini juga diperkuat dengan hadits shahih
berikut:
Ibu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu
sesungguhnya Rasulullah r bersabda: “ Janganlah
salah satu dari kalian tertahan makan sahurnya dikarenakan adzannya Bilal
Radhiyallahu 'Anhu maka sesungguhnya ia adzan pada waktu masih malam agar orang
yang bangun (shalat tahajjud) pulang dan untuk membangunkan orang-orang yang
masih tidur diantara kalian”.(HR.Jamaah kecuali at-Tarmidzi)
Dari Aisyah dan Ibnu Umar Radhiyallahu
'Anhuma bahwasanya Rasulullah r bersabda: “ Sesungguhnya
Bilal Radhiyallahu 'Anhu adzan pada waktu masih malam maka makanlah (sahur) dan
minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan (adzan shubuh)”.(HR.al-Bukhary dan
Muslim)
Ibnu Ruslan berkata: Maka
disyari’atkannya taswib pada waktu adzan pertama adalah untuk membangunkan
orang-orang yang masih tidur dan adapun adzan kedua (shubuh) maka itu merupakan
pemberitahuan masuknya waktu shalat dan ajakan untuk shalat shubuh.(Subulus
Salam juz 1 hal.221)
As-Shan’any berkata: Dan atas dasar inilah maka lafadz.”Shalat
itu lebih baik daripada tidur”, bukanlah lafadz adzan yang disyari’atkan
untuk mengajak orang shalat dan memberitahu masuknya waktu shalat tetapi lafadz
tersebut adalah merupakan lafadz yang disyari’atkan untuk membangunkan orang
yang masih tidur.(Subulus Salam juz 1 hal.222)
Maka mengucapkan lafadz taswib pada adzan
kedua(shubuh) adalah bid’ah yang menyalahi sunnah.(Tamamul Minnah hal.
147-148)
Daftar
Pustaka:
1.
Al-Qaulul Mubin
fi Akhthail Mushallin hal. 180-181.
2.
Tamamul Minnah
hal. 146-148.
3.
Subulus Salam
jilid 1 hal. 221-222.
4.
Nailul Authar
jilid 2 hal. 48-52.
5.
Sunan at-Tirmidzy
jilid 1 hal. 241
6.
Hukum dua adzan pada waktu shalat jum’at
Dari az-Zuhry dia berkata: Saya
mendengar Said bin Yazid berkata: “ Sesungguhnya adzan pada hari jum’at pada
permulaannya adalah ketika imam duduk pada hari jum’at di atas mimbar pada masa
Rasulullah r , Abu Bakar, Umar Radhiyallahu 'Anhuma, maka ketika
masa pemerintahan Utsman Radhiyallahu 'Anhu dan orang-orang islam semakin
banyak maka ia memerintahkan adzan ketiga pada hari jum’at maka ia adzan di
pasar az-Zaura’ maka tetaplah perkara yang demikian itu”.(HR.al-Bukhary)
Keterangan:
- Adapun sebab-sebab adanya adzan pertama (adzan Utsman Radhiyallahu 'Anhu) adalah banyaknya orang-orang yang rumah mereka jauh dari masjid.
- Adzan Utsman Radhiyallahu 'Anhu tidak dilakukan di masjid akan tetapi di pasar az-Zaura’
- Syaikh Nashiruddin al-Albany berkata: Kami menganggap cukup dengan adzan Rasulullah r yaitu satu kali adzan ketika imam keluar dan naik ke atas mimbar karena hilangnya sebab-sebab yang mendorong Utsman Radhiyallahu 'Anhu menambah adzan dan karena ittiba’ kepada sunnah Rasulullah r sedang beliau bersabda: “ Barang siapa membenci sunnahku maka tidaklah ia dari golonganku”.
- Imam asy-Syafi’i berkata : “ Saya suka apabila adzan pada Hari Jumat ketika imam masuk masjid dan duduk di atas mimbar, maka bila ia ( imam ) sudah melakukannya mulailah mu’adzin untuk adzan, dan apabila sudah selesai dia (imam) berdiri untuk khutbah, tidak lebih dari itu.(al-Umm juz 1 hal.172-173 al-Ajwibah an-Nafi’ah hal. 11-12)
Kesimpulan :
- Adanya dalil tentang adzan dua kali.
- Adzan pertama bertujuan memberitahukan bahwa waktu Jum’at telah tiba.
- Adzan pertama dilakukan diluar masjid dan bila dilakukan di dalam masjid maka itu bid’ah.
- Lebih afdhol mengikuti sunnah Rosulullah r yaitu satu kali adzan ketika imam masuk masjid dan naik di atas mimbar.
Daftar Pustaka:
- Shohih Bukhori Juz 1 hal.162-163.
- Al-Ajwibah an-Nafi’ah al-Albany hal. 6-14.
7.
Lafadz Adzan Ketika Turun Hujan
Dalam masalah ini ada beberapa riwayat shohih:
a. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu : Sesungguhnya Nabi r memerintahkan
mu’adzin untuk adzan, maka mu’adzin itu menyeru untuk sholat dengan lafadz “ diwaktu
malam yang dingin dan hujan dikala dalam perjalanan” .( Dishohihkan Al Albany
dalam Irwa’ul Gholil no:553)
b. Beliau berkata hadits ini dikeluarkan Imam Bukhori juz
1 hal.166, Muslim juz 2 hal.147, Abu Awanah juz 2 hal.348, Abu Dawud no.1061,1062, Ad Darimy juz 1
hal.292, Al Baihaqi juz 3 hal.70 dan Ahmad juz 2 hal 4, 53, 103.
c. Dari Samuroh Radhiyallahu 'Anhu dia berkata :
Sesungguhnya Nabi r bersabda pada
hari Hunain ketika hari hujan, dan dalam riwayat lain Beliau r menyuruh
muadzdinnya, maka dia (muadzdzin) menyeru bahwa shalat dilakukan di rihal (tempat
masing-masing)”. Ditahrij oleh Ahmad 5/8, 13, 22 dan Ibnu Abi syaibah 2/29/2.
Keterangan:
·
Para perawi hadits tersebut kuat/tsiqah kecuali
al-Hasan, dia seorang mudallis dan ‘an ‘anahnya tetapi ada syawahid (penguat)
dari hadits Abi al-Malih dari bapaknya “Sesungguhnya
pada hari Hunain terjadi hujan, dia (ayah Abi Malih Radhiyallahu 'Anhu) berkata:
maka Rasulullah r memerintah muadzdzinnya bahwa shalat di rihal (tempat
masing-masing).
0 comments:
Post a Comment