Thursday, May 6, 2010

Kisah Seekor Singa

Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati
setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa
perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing
datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerakgerakkan tubuhnya
yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat
anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya
untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.

Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelaidengan
penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnyakasih sayang
seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sanginduk kambing.
Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambingpergi. Jadilah ia bagian
dari keluarga besar rombongan kambing itu.Hari berganti hari, dan anak
singa tumbuh dan besar dalam dalam “>asuhan induk kambing dan hidup dalam
komunitas kambing. Ia menyusu,makan, minum, bermain bersama anak-anak
kambing lainnya.
Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yangmulai
berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu
mengembik bukan mengaum!la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda
dengan kambingkambinglainn ya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa
dirinyaadalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas
masukmemburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarianpanik.
Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa
itu untuk menghadapi serigala.
”Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan auman mu
yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata induk
kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas
kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh
induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari
mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan
auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak
kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa
lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia
menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah,
”Seharusnya Seharusnya “>kamu kamu “>bisa bisa “>membela kami! Seharusnya kamu bisa
menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang jahat
itu!”
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud
perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala
sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih
karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu
kambing-kambing kambing-kambing “>untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan
telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani
menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia
anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan
menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada
seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya. Serigala itu
gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah
akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras,
”Emmbiiik!”
Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk
lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu
langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental
kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.Seketika itu juga ketakutannya
hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu!
Atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya
kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan
sedikit berkelit, serigala itu itu “>merobek wajah anaksinga itu dengan
cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing
mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa
cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar
itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang
masih mengaduh itu. Serigala itu itu “>siap menghabisi nyawa anak singa itu.
Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega,dengan sekuat
tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa
bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat.
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan
ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat
singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di
tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu
langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa
itu itu “>ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata,
”Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku takkan
memangsa anak singa!
Namun anak singa itu itu “>terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus
mengejar. Ia tidak jadi mengejar mengejar “>kawanan kambing, tapi malah mengejar
anak anak “>singa. Akhirnya anak singa singa “>itu itu “>tertangkap. Anak singa itu
ketakutan,
”Jangan bunuh aku, ammpuun!”
”Kau anak anak “>singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak
singa!”
Dengan meronta-ronta anak anak “>singa itu berkata, ”Tidak aku anak
kambing! Tolong lepaskan aku!”
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi
suara suara “>embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa singa “>dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa
bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak
singa singa “>itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa
itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa
itu melihat bayangan dirinya sendiri.
Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu itu “>melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, ”Oh,
rupa
dan bentukku sama dengan dengan “>kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!”
”Ya, karena kamu sebenarnya anak anak “>singa. Bukan anak
kambing!”
Tegas singa dewasa.
”Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!”
”Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan
ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor
raja hutan!” Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum
dengan dengan “>keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras.
Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala
ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa
itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan, ”Aku adalah
seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!”
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Saya tersentak oleh kisah anak singa di atas! Jangan jangan kondisi
kita, dan sebagian besar orang di sekeliling kita mirip dengan anak
singa di atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi
terbaik yang dimilikinya.
Betapa apa “>banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa biasa saja,
ala kadarnya. Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya
sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan
dan kegamangan. Hidup Hidup “>tanpa tanpa “>semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa
kekuatan nyawa terbaik yang dimilikinya.
Saya amati orang-orang di sekitar saya. Di antara mereka ada yang telah
menemukan jati dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat faham untuk
apa ia hidup dan bagaimana ia harus hidup. Hari demi hari ia lalui
dengan penuh semangat dan optimis. Detik demi detik yang dilaluinya
adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin besar rintangan
menghadap semakin besar pula semangatnya untuk menaklukkannya.
Namun tidak sedikit yang hidup hidup “>apa apa “>adanya. Mereka hidup apa adanya
karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak faham untuk apa dia hidup,
dan bagaimana ia harus hidup. Saya sering mendengar orang-orang yang
ketika ditanya, ”Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?”
atau ”Apa prinsip hidup Anda?”, mereka menjawab
denganjawaban yang filosofis,
”Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air. Santai
saja.”
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tahu filosofi ’mengalir
bagaikan air’. Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air itu ya
hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak
tahu bagaimana mengisi hidup hidup “>ini. Bagaimana cara hidup yang berkualitas.
Sebab mereka mereka “>tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka?
Potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada mereka.
Bisa jadi mereka sebenarnya adalah ’seekor singa’ tapi
tidak tahu kalau dirinya ’seekor singa . Mereka menganggap dirinya
adalah seekor kambing sebab selama ini hidup dalam kawanan
kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai dengan
hidup hidup “>santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototipe, gaya
hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu adalah
gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia Islam saat ini.
Kenapa tidak berubah?
Jawabnya karena mereka tidak mau berubah.
Kenapa tidak mau berubah?
Jawabnya karena mereka mereka “>tidak tahu bahwa mereka harus berubah.Bahkan
kalau mereka tahu “>mereka “>tahu mereka harus berubah, mereka tidak tahu bagaimana
caranya berubah. Sebab mereka terbiasa hidup pasrah.Hidup tanpa rasa
berdaya dalam keluh kesah. Dan cara hidup seperti itu yang terus
diwariskan turun-temurun.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi melihat kondisi bangsa yang
sedemikian takut rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan,
”Aku malu jadi orang Indonesia!”
Di mana-mana, kita lebih banyak menemukan orang orang bermental lemah,
hidup apa adanya dan tidak tidak “>terarah. Orang-orang yang tidak tahu potensi
terbaik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Orang-orang yang rela
ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan dan kehinaan. Padahal sebenarnya
jika mau, pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini yang bermental
kambing. Meskipun sebenarnya mereka adalah singa! Banyak yang minder
dengan bangsa lain. Seperti mindernya anak singa bermental kambing pada
serigala dalam kisah di atas. Padahal sebenarnya, Bangsa ini adalah
bangsa besar! Ummat ini adalah ummat yang besar!
Bangsa ini sebenarnya sebenarnya “>adalah singa dewasa yang sebenarnya memiliki
kekuatan dahsyat. Bukan bangsa sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu
muncul dalam jiwa anak bangsa ini, maka ia akan menunjukkan pada dunia
bahwa ia adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijaya yang perkasa menguasai nusantara.
Juga sebenarnya adalah Majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih dari
itu bangsa ini, sebenarnya, dan ini tidak mungkin disangkal, adalah
ummat Islam terbesar di dunia. Ada dua ratus juta ummat Islam di negeri
tercinta Indonesia ini.
Banyak yang tidak menyadari dari “>apa makna dari dua ratus juta jumlah ummat
Islam Indonesia. Banyak yang tidak sadar. Dianggap biasa saja. Sama
sekali tidak menyadari jati diri sesungguhnya.
Dua ratus ratus “>juta juta “>ummat Islam di Indonesia, maknanya adalah dua ratus juta
singa. Penguasa belantara dunia. Itulah yang sebenarnya.
Sayangnya, dua ratus juta yang sebenarnya adalah singa justru bermental
kambing dan berperilaku layaknya layaknya “>kambing. Bukan layaknya singa. Lebih
memperihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya
singa tapi memilih untuk tetap menjadi kambing. Karena telah terbiasa
menjadi menjadi “>kambing maka ia malu menjadi singa! Malu untuk maju dan
berprestasi!
Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang memilih tetap menjadi
kambing itu menginginkan yang lain tetap menjadi kambing. Mereka ingin
tetap jadi jadi “>kambing sebab merasa merasa “>tidak mampu jadi singa dan merasa nyaman
jadi jadi “>kambing. Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain jadi
singa. Bahkan mereka ingin orang lain jadi kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita kita “>hayati diri kita sebagai seekor singa. Allah telah memberi
predikat kepada kita sebagai ummat terbaik di muka bumi ini. Marilah
kita bermental bermental “>menjadi ummat ummat “>terbaik. Jangan bermental ummat yang
terbelakang.
http://priendah.wordpress.com/2009/10/30/kisah-seekor-singa/

0 comments:

Post a Comment