Tuesday, January 3, 2012

Pelajaran berharga dari ‘Iedul Qurban


Penulis : Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari
Kategori : Aqidah
Pelajaran berharga dari ‘Iedul Qurban

Meski baru saja ‘Iedul Adha atau ‘Iedul Qurban meninggalkan kita dan walau setahun kemudian kita akan bertemu dengannya lagi --Insya Allah--, ‘Iedul Qurban telah menyimpan pelajaran yang sangat berharga bagi kita dan kaum Muslimin di manapun berada, yang takkan pernah hilang dan lepas dari diri kita sekalipun dimakan rentang waktu.

Berkurban tidaklah semata-mata menyembelih hewan pada waktu ‘Iedul Qurban, walaupun kata qurban secara bahasa adalah hewan yang disembelih waktu Adha --sedangkan menurut istilah : qurban ialah hewan yang dikhususkan pada waktu yang dikhususkan dan syarat-syarat yang dikhususkan pula dengan niatan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah)-- tetapi di balik itu semua tersimpan sesuatu yang berharga yang keabsahan kurbannya tergantung padanya, bahkan ia sebagai syarat bagi ibadah-ibadah lainnya. Pelajaran berharga itu adalah tauhid, ikhlas semata untuk Allah.

Ketahuilah bahwa kedudukan tauhid dalam ibadah kedudukan wudlu di dalam shalat, yang tidak sah shalat seseorang jika tidak memiliki wudlu, demikian pula tidak sah ibadah seseorang kecuali dengan tauhid. Perhatikanlah ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al Kautsar : 2)

Allah memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam agar menjadikan shalatnya dan sembelihannya ikhlas untuk Allah saja, tidak ada serikat bagi-Nya (lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/600). Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am : 162-163)

Menyembelih hewan kurban adalah salah satu syiar Islam terbesar di mana pada hari itu adalah hari kemenangannya ahli tauhid yang Allah perintahkan agar mereka menyelisihi kaum musyrikin dalam peribadahannya dan penyembelihannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

”Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan doanya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari memperhatikan doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (QS. Al Ahqaf : 5-6)

Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menyeru mereka seraya berkata : “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?” Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas mereka : “Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan itu, kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri sesat, kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami.” Dikatakan (kepada mereka) : “Serulah olehmu sekutu-sekutu kamu.” Lalu mereka menyerunya maka sekutu-sekutu itu tidak memperkenankan (seruan) mereka dan mereka melihat adzab, (mereka ketika itu berkeinginan) kiranya mereka dahulu menerima petunjuk. (QS. Al Qashash : 62-64)

Perintah berkurban adalah perintah yang disyariatkan oleh Allah. Allah berfirman :

“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al Hajj : 34)

Ia juga sebagai sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang sangat ditekankan. Cukuplah yang demikian itu ditunjukkan dengan firman Allah :

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. An Nisa’ : 80)

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (QS. An Nahl : 44)

Kemudian dalam berkurban, syiar yang paling besar yang terkandung di dalamnya ialah bahwa ia sebagai millah (ajaran/agama) Ibrahim yang kita diperintahkan untuk mengikutinya. Allah berfirman :

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (Lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) : “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. An Nahl : 120-123)

Demikian jelaslah bagi siapa saja yang mengetahui dan memperhatikan ayat-ayat ini bahwa millahnya Nabi Ibrahim adalah millah hanifiyah yakni satu ajaran yang dibangun di atas landasan tauhid dan berpaling dari kesyirikan, beribadah hanya kepada Allah saja, dan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Hingga dengan ini beliau dijuluki sebagai seorang imam. Oleh karena itu syiar yang besar dan pelajaran yang berharga dari ‘Iedul Qurban adalah tauhid. Yang dituntut seluruh kaum Muslimin untuk menancapkan akidah tauhid ini dalam jiwanya dan beramal dengan tuntunan-tuntunan kalimat tauhid laa ilaaha illallah tersebut. Karena itu kewajiban yang pertama dan terakhir dalam Islam.

Ingatlah! Ketika Nabi Ibrahim berkata kepada bapaknya : “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan, sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Maka kamu menjadi kawan bagi syaithan.” (QS. Maryam : 42-45)

Demikianlah tauhid dan dakwah kepada tauhid menjadi syiar dan inti dakwahnya Nabi Ibrahim dan Nabi setelah Rrasul-Rasul lainnya.

Nabi Nuh ‘Alaihis Salam sebagai Rasul yang pertama diutus, beliau berkata kepada kaumnya : “Sesungguhnya aku akan memberi peringatan yang nyata bagi kamu agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa adzab pada hari yang sangat menyedihkan.” (QS. Hud : 25-26)

Nabi Hud ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya (Aad) : “Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.” (QS. Hud : 50)

Nabi Shalih ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya (Tsamud) : “Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.” (QS. Hud : 61)

Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam berkata kepada kaumnya (Madyan) : “Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud : 74)

Begitu juga dengan Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyeru kepada kita tauhid dan melarang dari berbuat syirik :

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudlarat kepadamu selain Allah. Sebab jika kamu berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang dhalim.” (QS. Yunus : 106)

Allah telah memperjelas lagi dalam ayat yang lain tentang tugas yang diemban oleh para Rasul :

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah saja dan jauhilah taghut!” (QS. An Nahl : 36)

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku. Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al Anbiya’ : 25)

Setelah kita mengetahui bahwa pelajaran yang berharga dari ‘Iedul Qurban adalah tauhid, millah-nya Nabi Ibrahim, satu hal lagi yang juga pelajaran penting bagi kita ialah kesabaran serta keteguhan hati Nabi Ibrahim dalam mendakwahkan dan membela akidah tauhid. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

Sesungguhnya telah ada suri tauladan bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia ketika mereka berkata kepada kaum mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiranmu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya : “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah.” Ibrahim berkata : “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al Mumtahanah : 4)

“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Mumtahanah : 6)

Sungguh besar anugerah yang Allah berikan kepada kita berupa petunjuk agama yang lurus. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk mengabarkan nikmat yang Allah berikan padanya dari hidayah shirathal mustaqim millatu Ibrahim :

Katakanlah : “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Al An’am : 161)

Bukan hanya itu saja, tetapi Allah juga memuliakan para pengikut millahnya Ibrahim dan menghinakan orang-orang yang membencinya. Allah berfirman :

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya : “Tunduklah, patuhlah.” Ibrahim menjawab : “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al Baqarah : 130-131)

Dengan keistimewaan ‘Iedul Qurban ini hendaknya kita lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan ketakwaan. Allah berfirman :

“Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridlaan Allah, tetapi ketakwaan darimulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahnya kepada kamu. Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Hajj : 37)

Dan semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang menjunjung tinggi syiar-syiar Allah.

“Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj : 32)

Di samping itu, semoga kita juga orang-orang yang senantiasa mengamalkan firman Allah :

“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabbnya maka hendaklah beramal dengan amalan yang shalih dan tidak menyekutukan-Nya dalam beribadah kepada-Nya dengan sesuatu apapun.”

Wal ‘Ilmu ‘Indallah.

Walhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

(Dikutip dari Buletin Al Wala’ Wal Bara’, dengan judul asli "Pelajaran Berharga Dari ‘Iedul Qurban", ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari, dari Syarhul Mumti’ 7/455 karya Ibnu Utsaimin rahimahullah), diterbitkan oleh : Yayasan As Salafiyyah, Jln. Sekelimus VII nomor 11 Bandung Telp. (022) 7563451. Pembina Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf (Murid Syaikh Muqbil Al Wadi’i rahimahullah). Pemesanan : Shalih, Jln. Sekelimus VII nomor 11 Bandung Telp. (022) 7563451, @ Rp. 100 ,- (min. 50 eks))


0 comments:

Post a Comment